Potret Perjuangan Perempuan
MANTAN BURUH MIGRAN YANG MEMPERJUANGKAN HAK-HAK BURUH MIGRAN
Perjuangan ini muncul dari sosok seorang perempuan yang bernama Wina, seorang buruh migran perempuan yang pernah menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Indramayu yang bermigrasi ke Hongkong dengan cita-cita dan harapan memutus mata rantai kemelaratan, menuju kehidupan yang sejahtera dan kemapanan yang hakiki, menjadi TKI sebagai batu loncatan dengan tekad yang mantap agar mampu merubah tatanan masyarakat desa yang beradab.
Berbicara TKI, buruh migran adalah penyumbang devisa tertinggi untuk Indonesia, TKI perempuan dianggap sebagai bisnis yang menjajnjikan bahkan tak jarang perdagangan manusia (Trafficking in home) terjadi akibat dari maraknya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, keserakahan orang-orang tertentu. Saya mengutip sedikit pada laporan jurnal perempuan (2011) menunjukkan banyak fakta dan data bahwa TKI belum sepenuhnya dilindungi, adanya sindikat pemerasan TKI di bandara, pembiaran oleh aparat(petugas) bahkan kurangnya pengetahuan aparat mengenai proses migrasi dan tindak pidana trafficking.
Fenomena TKI lantas tidak terlepas dari trafficking, sebuah bentuk yang tidak memanusiakan manusia. Banyak yang sampai hari ini belum mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, dan Indramayu adalah daerah penyandang trafficking tertinggi di Jawa Barat. Banyak fenomena kemanusiaan yang menyangkut TKI perempuan, dari mulai kekerasan atas tuan negeri orang yang membekas menjadi sebuah traumatis yang mendalam, kemudian tidak dipulangkan ke Indonesa karena kasus yang bersumber dari para calo TKI, premanisme masih sangat terasa kental dalam kehidupan masyarakat desa. melegalkan TKI dengan segala pemalsuan baik itu secara adata mau pun non data. Karena ilegal, mereka tidak mendapatkan pelayanan kesehatan bahkan sampai membusuk di negeri orang, pulang tinggal nama. Lalu siapa yang terkena dampaknya? Keluarga, dan yang sudah berumah tangga yang menjadi korban utama adalah anak. Seperti kurang mendapatkan peratian, baik kasih sayang maupun pendidikan. Hak dan pola asuh yang tidak baik membuat mereka hilang kepribadian dan seenaknya menentukan pilihan.
Kembali dalam pembahasan Wina, sepulangnya dari Hongong Wina banyak menemukan bahan bacaan, sebuah ayat-ayat kehidupan yang mendorong dan menggerakkan hatinya untuk memberdayaka keluarga buruh migran agar anak atau sanak keluarganya tidak susah payah pergi keluar negeri menjadi TKI. Wina menciptakan sebuah lapangan pekerjaan dengan memulai perjuangannya dari desa yang ia tempati, desa kenanga kabupaten Indramayu.
Bagi saya, ibu wina adalah sosok seorang perempuan yang menginspirasi, saya adalah salah satu orang yang sudah dua tahun ikut serta menjadi bagian dalam upaya ibu wina dalam memberdayakan keluarga buruh migran, desa kenanga adalah desa paling tinggi tingkat TKI se-Indramayu. Warga desa kenanga memiliki antusias tinggi untuk menjadi TKI dan sebuah adat atau kebiasaan keluarga yang mempekerjakan anak perempuannya untuk menjadi TKI pempuan, bagi mereka anak perempuan adalah eset keluarga karena selain memiliki peran ibu, juga peran bapak, selain menjadi pekerja dometik juga mampu menjadi tulang punggung keluarga, hal ini karena minimnya sumber daya manusia di desa Kenanga.
Semangat juang seorang perempuan dalam upaya penyelamatan, sensitifitasnya dalam menghadapi fenomena-fenomena kehidupan buruh migran menjadikan Wina sebagai perempuan yang dirindukan perubahan. Satu statement mantap bahwa sejatinya lebih baik hujan air di negeri sendiri dibanding hujan emas di negeri orang lain. Tidak harus menjadi TKI tapi mrmiliki usaha dan pekerjaan di negeri sendiri jauh lebih aman dan menyenangkan.
ibu Wina dalam memulai sebuah kelas advokasi. Memberikan bahan ajar kepada para mahasiswa sebagai agen perubahan yang dipersiapkan untuk pemberdayaan keluarga buruh migran.
Foto 2, 3, 4 dan 5, Saya dan teman-teman mahasiswa memberikan sebuah pengajaran terbuka di rumah masyarakat desa kenanga pada setiap minggunya 3X pertemuan untuk keluarga buruh migran yang buta aksara (tidak bisa membaca dan menulis). Pepatah mengatakan “belajar di masa tua bagaikan mengukir di atas air” bisa kebayang kan gimana sulitnya mengajari orang tua? Meskipun demikian, mereka begitu semangat. Selain mengajari mereka aksara, saya dan teman-teman mahasiswa juga mensosialisasikan tentang literasi keuangan keluarga TKI dengan tujuan agar dapat memanage keuangan pasca TKI pulang ke tanah air.
Foto 6, 7, 8 dan 9, pemberdayaan keluarga buruh migran. Follow up pasca pengajaran terbuka, membentuk sebuah komunitas usaha rumahan dengan memproduksi dan inovasi yang berbeda-beda yang terus dikembangkan oleh ibu Wina.
Hasil usaha rumahan keluarga buruh migran yang diperjuangkan bersama ahirnya membentuk kooperasi keluarga buruh migran desa kenanga.
Selain pemberdayaan keluarga buruh migran, anak-anak keluarga buruh migran pun diberdayakan, diberi sebuah wadah rumah tahfidz dan mempekerjakan pula keluarga keluarga buruh migran sebagai tenaga pengajar di rumah tahfidz sesuai keahlian.
Clossing statement, kisah ibu Wina adalah sebuah potret perjuangan perempuan dalam melawan segala bentuk penindasan terhadap pempuan. Dalam hal ini, negara gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan membiarkan warga negaranya untuk memilih jalan beresiko, migrasi terpaksa ke negeri sebrang. Kini wina memilih membela hak-hak kaum rentan dengan menciptakan lapangan pekerjaan di dalam negeri dan terus melakukan pemberdayaan, menangani kasus-kasus TKI.
Ditulis oleh : Mamay Muthmainnah
Hatur Nuhun admin Kopri Jawa Barat
BalasHapus